Kamis, 15 Februari 2018

CERITA



Oleh : Muhammad Zuhry
Seseorang sering hadir dalam mimpiku, tapi aku tidaklah tau siapa dia, yang aku rasa- aku memarahi dan menjelaskan tentang diriku. Tapi dia berbeda dari diriku, dia lebih kenal aku sebagai diriku. Daripada aku yang selalu kalah memaknai kehidupan ini.

Ada pemberontak yang kejam yang sering datang mengancamku Dengan senjata-senjata kehidupan akan datang. Oh iya karena aku masih kalah maka berdiam termangu serasa benda tajam dingin di leher memaksa memenggal kepalaku.
Aku berpikir dengan kebodohan itu dengan mengatakan hilanglah kebahagiaan dalam hidupku. Aku sebagai orang lain memalingkan wajah takut memberi ketika sesuatu yang dimiliki itu berati bagi orang lain. Padahal Kehidupan selalu memberi tanpa berfikir untuk tetap memberi kehidupan.
Rerumputan melapangkan dirinya dengan kerelaan disabit dan di renyahkan oleh ternak, karena dia tau memberi kehidupan hanya dengan memberikan yang menghidupkan. Untuk kematian takkan pernah menghindar dalam setiap kehidupan
Walau ditunggu maupun tidak.
Oh iya ada panorama yang memancar yang di setiap kematian, tubuh itu menyuburkan kehidupan yang lain, yang mana hanya tubuhnyalah yang menjadi aku-aku yang lain sebab aku sebagai diriku telah menjadi dalam diri aku yang lain.

***

Aku tak tau harus memaknai cinta, tapi aku pernah baca dari penyair nurani yang mengatakan
Apabila cinta memberi  isyarat kepadamu, ikutilah dia
Walaupun jalannya sukar dan curam
Dan apabila sayapnya memelukmu menyerahlah kepadanya
Walau pedang tersembunyi diantara ujung-ujung sayapnya
Bisa melukaimu. (Sang Nabi hal.13)

Tapi aku masih ingat jelas dengan merdu di telinga tapi tak melelapkan tidurku karena aku masih belum bisa berkenalan dengan diriku.
Serasa aliran deras memaksaku kehulu di persimpangan aliran sungai yang dangkal, dan kumuh akan kotoran-kotoran kehidupan. Tapi aku merasa dan berfikir dengan aku ntah yang mana lalu yang satu mengatakan itu cinta.
Ah... bulshiiit...aku telah terpeluk cinta dimana setiap perlawananku benar-benar tertusuk pedangnya di sayap-sayapnya yang senyap akan kata-kata.
Tapi apakah ini? yang di maksud
Dan dia yang mencintai, tak pernah menyadari
Kedalaman dirinya sampai saat berpisah tiba. (Ibid/hal. 10)

Hmm.. dimanakah aku setelah mereka yang cinta selalu memanggilku.
Tapi dia yang memberi tanpa henti sebagai perantara pengenalanku kepada diriku yang jauh terkepung pemberontak kepalsuan. Dengan penilaian dia akan cepat meledak bila ujung jarum saja yang menusuk.
Aku belajar dari kepalsuan bahwa dia akan membosankan dirinya karena keterlaluan.
Aku tertawa tapi aku tak meyadari dimana aku tertaawa
Tapi Aku pernah terluka menangis terbungkus sarung mendengar syair-penyair kamar sebelah dalam khotbah kehidupan.
Terlihat  kesedihan tapi tersenyum, aku bangga tapi selalu ada pengajuan penolakan tapi tak pernah kutemukan alasan.
Karena cinta cukup bagi cinta.
Oleh karenanya bagaimana memberi pelajaran akan cinta yang sebenarnya.
Yang bersatu tanpa saling memiliki.

***
Ada seseorang hadir menemaniku seraya berkata, aku baru berlarian terkejar ketakutan di lorong kehidupan, berikan aku minum setetes atau sepuluh tetes air kopimu siapa tau dahaga menjadi terpenuhi di dada.
Kepalaku masih terisi penuh akan hutang yang tercecer di lantai pengetahuan
Mereka menunggu, tapi pura-pura aku tak tau.
Ah… mereka tak tertipu, karena mereka tak dungu.
Dia adalah guru di setiap kehidupan itu.
Silahkan kau minum hanya itu yang aku punya, tetesan terakhir dari beningan kehidupan yang di bawahnya masih terang akan kegelapan serbuk kopi itu.
Dia mengambilnya dengan perlahan
Iya aku adalah cangkir yang kosong
“Sendainya cangkir itu hidup, maka dia akan mencintai sepenuhnya
kepada pembuat cangkir sepenuh hatinya”(fihi ma fihi hal. 55)
Mengisi tak benar terisi
Berdiskusi tak benar berapi
Analogi dari kayu basah tak termakan api
Atau dari kursi yang tak pernah terduduki
Dan manusia yang tak benar-bermanusia
Membiarkan keistimewaan sebagai wejangan di belakang dapur rumah.

***
Tiba-tiba penikmat dahaga itu terucap kata menghembus di telinga
Hari ini kamu kalah, penyakit yang engkau tanam sudah menjadi darah
Mengalir ke otakmu dan melumpuhkan dunia yang masih kecil dalam dirimu.
Penyakit itu bukan dari orang yang sepatutnya kamu salahkan\melainkan itu dating dari dirimu.
Jika penyakit it ada maka obatnya akan selalu dekat di sampingnya
Karena Dia selalu membuka
engkau yang selalu tutupi dengan ketakutan yang seperti aku alami.
Berhenti keras untuk tidak mengobati tapi
Memaksa keras untuk diobati.
Aku bertanya siapa yang dekat dan mampu mengobati.?
Kamu, kamu, kamu sendiri yang sok kuat tapi tak hebat menghindar dari pecutan anak perempuan tak dewasa.
katanya aku adalah buku yang terang yang
Huruf-hurufnya menyatakan yang tersembunyi”(Mengenal Diri/hal.45)
Tapi iyakah aku terlalu melihat duniaku yang besar
Namun duniaku yang kecil masih tak bersulang dengan diriku dalam cawan kecil yang seharusnya diisi oleh air samudra.

***
Aku mendengar dialog anak-anak kecil yang lagi bermain lumpur dari air hujan yang selalu membasahi kehidupan.
Lalu aku lewat disampingya
Akhirnya si nakal melemparkan lumpur ke arahku
Hingga akhirnya peperangan terjadi dalam diri antara memarahi atau membuat merah di pipi.
Si anak itu tertawa berkata padaku
Hei kamu bukankah aku sudah kenal dengan kamu
Lumpur itu adalah bagian kreatifku mewarnai kehidupanmu
Terlalu sulit menerima yang pantas di terima
Terlalu berharap akan Sesutu tapi tak pernah dilakukan
Jika engkau adalah noda maka janganlah menolak
 jika engkau harus menjadi bagian universal noda itu.
Tapi dia hanyalah anak kecil
Berbeda dengan pemilik samudra yang mana
Kita adalah pemilik cawan kecil yang seharusnya diisi keluasan itu.

***
Dan cinta yang apa telah membuat ku takut perpisahan tiba
Itu hanya sebatas PDKT dari ketakdalaman dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERITA II

CERITA II Oleh Mohammad Zuhry Jangan pernah membatasi cinta agar tidak penah bosan mencintai Tetapi terhadap kepuasan maka perl...