Oleh : Muhammad Zuhry
Seseorang
sering hadir dalam mimpiku, tapi aku tidaklah tau siapa dia, yang aku rasa- aku
memarahi dan menjelaskan tentang diriku. Tapi dia berbeda dari diriku, dia
lebih kenal aku sebagai diriku. Daripada aku yang selalu kalah memaknai
kehidupan ini.
Ada
pemberontak yang kejam yang sering datang mengancamku Dengan senjata-senjata kehidupan
akan datang. Oh iya karena aku masih kalah maka berdiam termangu serasa benda
tajam dingin di leher memaksa memenggal kepalaku.
Aku
berpikir dengan kebodohan itu dengan mengatakan hilanglah kebahagiaan dalam
hidupku. Aku sebagai orang lain memalingkan wajah takut memberi ketika sesuatu
yang dimiliki itu berati bagi orang lain. Padahal Kehidupan selalu memberi
tanpa berfikir untuk tetap memberi kehidupan.
Rerumputan
melapangkan dirinya dengan kerelaan disabit dan di renyahkan oleh ternak,
karena dia tau memberi kehidupan hanya dengan memberikan yang menghidupkan.
Untuk kematian takkan pernah menghindar dalam setiap kehidupan
Walau
ditunggu maupun tidak.
Oh
iya ada panorama yang memancar yang di setiap kematian, tubuh itu menyuburkan kehidupan
yang lain, yang mana hanya tubuhnyalah yang menjadi aku-aku yang lain sebab aku
sebagai diriku telah menjadi dalam diri aku yang lain.
***
Aku
tak tau harus memaknai cinta, tapi aku pernah baca dari penyair nurani yang
mengatakan
Apabila
cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah
dia
Walaupun
jalannya sukar dan curam
Dan
apabila sayapnya memelukmu menyerahlah kepadanya
Walau
pedang tersembunyi diantara ujung-ujung sayapnya
Bisa
melukaimu. (Sang Nabi hal.13)
Tapi
aku masih ingat jelas dengan merdu di telinga tapi tak melelapkan tidurku
karena aku masih belum bisa berkenalan dengan diriku.
Serasa
aliran deras memaksaku kehulu di persimpangan aliran sungai yang dangkal, dan
kumuh akan kotoran-kotoran kehidupan. Tapi aku merasa dan berfikir dengan aku
ntah yang mana lalu yang satu mengatakan itu cinta.
Ah...
bulshiiit...aku
telah terpeluk cinta dimana setiap perlawananku benar-benar tertusuk pedangnya
di sayap-sayapnya yang senyap akan kata-kata.
Tapi
apakah ini? yang di maksud
Dan
dia yang mencintai, tak pernah menyadari
Kedalaman
dirinya sampai saat berpisah tiba. (Ibid/hal. 10)
Hmm..
dimanakah aku setelah mereka yang cinta selalu memanggilku.
Tapi
dia yang memberi tanpa henti sebagai perantara pengenalanku kepada diriku yang
jauh terkepung pemberontak kepalsuan. Dengan penilaian dia akan cepat meledak
bila ujung jarum saja yang menusuk.
Aku
belajar dari kepalsuan bahwa dia akan membosankan dirinya karena keterlaluan.
Aku
tertawa tapi aku tak meyadari dimana aku tertaawa
Tapi
Aku pernah terluka menangis terbungkus sarung mendengar syair-penyair kamar
sebelah dalam khotbah kehidupan.
Terlihat kesedihan tapi tersenyum, aku bangga tapi
selalu ada pengajuan penolakan tapi tak pernah kutemukan alasan.
Karena
cinta cukup bagi cinta.
Oleh
karenanya bagaimana memberi pelajaran akan cinta yang sebenarnya.
Yang
bersatu tanpa saling memiliki.
***
Ada seseorang hadir menemaniku seraya berkata, aku
baru berlarian terkejar ketakutan di lorong kehidupan, berikan aku minum
setetes atau sepuluh tetes air kopimu siapa tau dahaga menjadi terpenuhi di
dada.
Kepalaku masih terisi penuh akan hutang yang tercecer
di lantai pengetahuan
Mereka menunggu, tapi pura-pura aku tak tau.
Ah… mereka tak tertipu, karena mereka tak dungu.
Dia adalah guru di setiap kehidupan itu.
Silahkan kau minum hanya itu yang aku punya, tetesan
terakhir dari beningan kehidupan yang di bawahnya masih terang akan kegelapan
serbuk kopi itu.
Dia mengambilnya dengan perlahan
Iya aku adalah cangkir yang kosong
“Sendainya cangkir itu
hidup, maka dia akan mencintai sepenuhnya
kepada pembuat cangkir
sepenuh hatinya”(fihi ma fihi hal. 55)
Mengisi tak benar terisi
Berdiskusi tak benar berapi
Analogi dari kayu basah tak termakan api
Atau dari kursi yang tak pernah terduduki
Dan manusia yang tak benar-bermanusia
Membiarkan keistimewaan sebagai wejangan di belakang
dapur rumah.
***
Tiba-tiba penikmat dahaga itu terucap kata menghembus
di telinga
Hari ini kamu kalah, penyakit yang engkau tanam sudah
menjadi darah
Mengalir ke otakmu dan melumpuhkan dunia yang masih
kecil dalam dirimu.
Penyakit itu bukan dari orang yang sepatutnya kamu
salahkan\melainkan itu dating dari dirimu.
Jika penyakit it ada maka obatnya akan selalu dekat di
sampingnya
Karena Dia selalu membuka
engkau yang selalu tutupi dengan ketakutan yang
seperti aku alami.
Berhenti keras untuk tidak mengobati tapi
Memaksa keras untuk diobati.
Aku bertanya siapa yang dekat dan mampu mengobati.?
Kamu, kamu, kamu sendiri yang sok kuat tapi tak hebat
menghindar dari pecutan anak perempuan tak dewasa.
“katanya aku
adalah buku yang terang yang
Huruf-hurufnya menyatakan
yang tersembunyi”(Mengenal Diri/hal.45)
Tapi iyakah aku terlalu melihat duniaku yang besar
Namun duniaku yang kecil masih tak bersulang dengan diriku
dalam cawan kecil yang seharusnya diisi oleh air samudra.
***
Aku mendengar dialog anak-anak kecil yang lagi bermain
lumpur dari air hujan yang selalu membasahi kehidupan.
Lalu aku lewat disampingya
Akhirnya si nakal melemparkan lumpur ke arahku
Hingga akhirnya peperangan terjadi dalam diri antara
memarahi atau membuat merah di pipi.
Si anak itu tertawa berkata padaku
Hei kamu bukankah aku sudah kenal dengan kamu
Lumpur itu adalah bagian kreatifku mewarnai
kehidupanmu
Terlalu sulit menerima yang pantas di terima
Terlalu berharap akan Sesutu tapi tak pernah dilakukan
Jika engkau adalah noda maka janganlah menolak
jika engkau
harus menjadi bagian universal noda itu.
Tapi dia hanyalah anak kecil
Berbeda dengan pemilik samudra yang mana
Kita adalah pemilik cawan kecil yang seharusnya diisi
keluasan itu.
***
Dan cinta yang apa telah membuat ku takut perpisahan
tiba
Itu hanya sebatas PDKT dari ketakdalaman dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar